Perkara upah buruh memang selalu menjadi problem yang terus menerus terjadi.Pemerintah pun berusaha meningkatkan kesejahteraan buruh dari tahun ke tahun, melalui sejumlah kebijakan.
Pada 15 Oktober 2019, mantan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengeluarkan surat edaran Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Di dalamnya disampaikan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memutuskan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2020 sebesar 8,51%.
Pertimbangan kenaikan UMP dan UMK dihitung dari inflasi di setiap daerah sebesar 3,39% dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12% pada 2019.
“Pertanyaannya bukan relevan atau tidak relevan, upah kita berbasis regulasi atau peraturan.Kalau relevan atau tidaknya, pertanyaanmu bisa dijawab kalau mengedepankan tuntutan pasar.Masalahnya, yang berlaku di Indonesia, bukan itu,” kata Hanif.
Kondisi tiap tiap Daerah Berbeda
Akan tetapi, Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono mengkritik penerapan formula perhitungan kenaikan upah berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ia meminta, perhitungan kenaikan upah minimum disepakati melalui perundingan antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Alasannya, landasan survei kebutuhan hidup layak masing-masing daerah berbeda-beda.
“Tidak bisa dipukul rata dengan ukuran perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tingkat nasional,” kata Kahar saat dihubungi, Rabu (16/10).
Kahar mengatakan, inflasi di beberapa daerah terhitung jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat nasional.Akibatnya, kenaikan upah lebih rendah daripada inflasi.Ia menyarankan, besaran kenaikan upah bertumpu pada survei kebutuhan hidup layak yang sudah ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.
Detil penjelasan lebih detil, silakan klik :